dimuat di PIKIRAN RAKYAT Rabu 30 Nopember 2016

 

Kongres bahasa yang saya tahu adalah kongres bahasa Indonesia, bahasa Bali, bahsa Jawa, bahsa Cirebon dan bahasa Sunda. Kongres bahasa Indonesia sudah 10 kali dan tahun pada tahun 20118 sudah ke 11 kali, sementara Bali baru kongres ke 8 dan Jawa baru 6 kali kongres sedangkan sunda sudah 10 kali kongres, Kongres Basa Sunda (KBS) X ini di Kabupaten Kuningan pada 30 November sampai 2 Desember 2016.
Dalam kongres nanti akan dibahas berbagai persoalan bahasa, sastra, dan aksara daerah dengan tema “Merenahkeun Basa jeung Sastra Sunda di Balarea.” Tema yang cukup susah untuk dicerna dengan para pembicara yang sudah diagendakan tanpa pembicara wanita.
Menurut catatan Dadan Sutisna tujuan KBS ialah untuk menemukan solusi, kesepakatan, kebijakan, dan strategi berkaitan dengan permasalahan bahasa, sastra, dan aksara Sunda. Pada KBS sebelumnya selalu mendapat kritikan pedas bahwa KBS merupakan acara rutin yang bersifat seremonial. Ini lantaran sejumlah rekomendasi kongres, belum juga dilaksanakan hingga datang kongres berikutnya.
Padahal idealnya, sebagaimana sejumlah Kongres yang digelar di Indoneia, KBS seharusnya membawa iklim yang lebih baik agar bahasa Sunda berkembang dan digunakan di tengah masyarakat Sunda. Tapi memang sebagaimana bahasa warung kopi, kongres menjadi ngawangkong teu beres beres (Ngobrol tak penah selesai).
Dalam seluruh kegiatan keseharian bahasa, negara atau pemerintah tak pernah hadir. Sebaliknya, negara selalu hadir dalam berbagai prosedur perijinan aktivitas saja atau sebagai penyelenggara dan penyedia anggaran yang besar. Di Bandung misalnya, walikota Bandung selalu menghadirkan bahasa asing untuk pasar rakyat yakni dengan nama “Culinary Night” dan sejumlah kegiatan lainnya dengan bahasa asing.
Bahasa itu memang tergantung sang penguasa, di sejumlah daerah lembaga seperti dewan bahasa didominasi oleh para birokrat, atau setidaknya dewan bahasa yang dikondisikan berpatron pada kuasa birokrasi pemerintah.
Coba tengok sisi lain dari seniman yang mengagungkan nilai bahasa dan budaya daerah, apa yang dikerjakan para penggiat tari topeng Cirebon, lihatlah kawan-kawan seniman Benjang di Ujungberung, atau mampirlah ke gubug nya Mang Ayi di Subang yang kukuh mengembangkan seni Pantun, Jatnika Nanggamiharja yang masih memelihara dan mengajarkan bela diri pencak silat, Ki Narto yang masih merawat Tarling, dan saya yakin masih banyak seniman dan budayawan yang hidup dan menghidupi seni sebagai bagian dari budaya dengan tangan dan upaya sendiri tanpa sentuhan bantuan dan kehadiran pemerintah. Mereka mampu.
Sangat pantas jika setiap kongres selalu ada pro dan kontra, apalagi konon peserta KBS yang diundang belum menerima undangan sampai hari ini. Bahkan Cecep Burdansyah selaku OC acara, secara gamblang menyindir patinia dari Disparbud Jabar bahwa kongres basa sunda tidak diagendakan secara serius. Protes terhadap penyelengaraan kongres yang nota bene hanya menghabiskan dana besar dan dicurigai hanya diikuti aktivis bahasa dan sastra “plat merah”. Dan rekomendasi pada kongres selalu diingkari pemerintah. Hal ini bisa saja terjadi pada KBS ke 10 ini.
Pada setiap KBS, para ahli bahasa Sunda mengemukakan gagasan dan solusi, mencari titik temu, merancang strategi, hingga tercapai kesepatan. Lembaran rekomendasi yang tertuang dalam keputusan kongres, merupakan agenda untuk mengembangkan bahasa Sunda di masa depan. Dan di dalamnya ada Dewan Kebudayaan Jawa Barat (KJB) yang ikut campur dalam KBS.
Sering dikatakan banak kalangan, bahasa daerah (Sunda, Jawa, Bali, Batak dll), memiliki permasalahan yang sama yaitu merasakan kemunduran, sulit mengimbangi perkembangan zaman, dan serangan kosakata dari bahasa nasional dan asing. Masalah-masalah ini sering dibahas pada seminar, kongres, saresehan, atau perbincangan di antara pemerhati bahasa dan itu tidak serta-merta menjadikan bahasa Sunda lebih berkembang
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat merasa yakin, diantara bahasa-bahasa ibu di Indonesia, bahasa Sunda memang paling banyak dikongreskan. KBS digelar 5 tahun sekali. Kongres Bahasa Jawa juga 5 tahunan, membahas mengenai Bahasa dan Budaya Jawa, selalu dihadiri oleh para praktisi budaya Jawa, Birokrat, Akademisi dan masyarakat pencinta Budaya Jawa serta undangan khusus baik dari dalam maupun luar negeri. Lalu bahasa Balai juga demikian.
Sementara di Jawa Barat ada kongres bahasa lainnya yakni Kongres Bahasa Cirebon atas prakarsa Pikiran Rakyat. Temanya sama dengan kongres pada umumnya, yakni memperbaiki bahasa dan memperkokoh budaya, dan kongres basa Cirebon pertama kali digelar tahun 2013. Sudah tiga kali sampai sekarang.
Peran Kongres
Sebenarnya sebelum kemerdekaan, masyarakat pendukung bahasa Sunda pernah menyelenggarakan kongres, yaitu tahun 1914, 1918, 1922, 1926, dan 1929. Kemudian pada tahun 1952, inohong Sunda menyelenggarakan Konferensi Bahasa Sunda di Bandung yang menjadi cikal bakal lahirnya LBSS (Lembaga Bahasa jeung Sastra Sunda). Jadi, jika dihitung dengan masa sebelum kemerdekaan, bahasa Sunda telah 14 kali dibahas dalam suatu kongres.
Tujuan kongres ialah untuk merumuskan, menggali, memelihara, dan mengembangkan bahasa daerah sebagai akar kebudayaan daerah. Selain itu, merencanakan pemikiran tentang bagaimana bahasa daerah bertahan, berdampingan, dan berkembang bersama bahasa lain dalam dunia global demi masa depan generasi muda dalam memperkaya kehidupan bangsa. Isu yang selalu mengemuka dari setiap penyelenggaraan KBS adalah upaya menyesuaikan bahasa Sunda dengan perkembangan zaman.
Dari kongres yang rekomendasinya terwujud dibukanya Jurusan Sastra Sunda di Unpad dan UPI, penyusunan pedoman ejaan bahasa Sunda dan penyusunan Kamus Umum Bahasa Sunda. Selain itu, diterbitkan pula buku-buku yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Sunda. Namun selama puluhan tahun LBSS tidak mengadakan kongres dan baru digelar lagi tahun 1988 LBSS menyelenggarakan KBS V di Cipayung Bogor hingga kini KBS terus berlanjut dibantu oleh Disparbud Jabar.
Pada Kongres Basa Sunda X ini hadir para pemakalah yang akan menyampaikan materinya antara lain Ajip Rosidi, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Yus Rusyana, Hadi AKS, Acep Zamzam Noor, Darpan, Taufik Faturohman, Nunu Nazarudin Azhar, Dadan Sutisna, Teddi Muhtadin, Abdullah Mustappa, Opik dari Komunitas Ngejah, dan Dede Kosasih. Materi yang akan disampaikan Kongres Bahasa Sunda adalah Kebijakan Bahasa Daerah, Bahasa dan Sastra Daerah,Bahasa daerah dalam bidang pendidikan, Bahasa daerah dalam bidang penelitian, Bahasa daerah pada media cetak (cetak dan elektronik), Pengajaran bahasa dan sastra daerah di masyarakat.
Kongres Basa Sunda X akan menghasilkan putusan, yaitu berupa rekomendasi mengenai langkah-langkah strategis dan praktis dalam mengembangkan bahasa dan sastra Sunda, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah, dan di lingkungan yang lebih luas; masyarakat.
Akankah KBS kali ini menghasilkan rumusan baru? Kalau masih sekedar menghabiskan dana akhir tahun, dan demi eksistensi pemerintah saja. Lebih baik kita bikin kongres alias ngawangkong teu beres-beres di warung kopi. Cag